Rabu, 10 Mei 2017

Inilah Aku Hari Ini

Berawal dari sebuah percobaan, aku sampai pada hari ini

Yang sebenarnya masih bukan merupakan akhir dari perjalananku

Namun adalah akhir dari percobaan meninggalkan masa laluku

Aku berada di titik aman hari ini, menikmati hidup sebagai pujangga penikmat hati

Aku mulai memandangi sekeliling sebagai tantanganku untuk membuka diri

Alih-alih takut, aku malah membuka diri untuk mencoba lagi dan lagi segala pengalaman diri

Kalau kata orang, aneh memang, kok bisa ada wanita seberani dia, yang berusaha menghancurkan keegoisan diri untuk melesat lebih jauh di usia semuda ini

Banyak orang bilang umurku “22? 24?”

Apa yang melandasi itu? Apakah omonganku yang kelewat berisi? Atau berkat pengalamanku menempa diri selama 18 tahunan kebelakang ini?

Yang membuatku terpana bukanlah kata-kata orang terhadapku hari ini

Namun masa depan yang masih tergulung rapi, menunggu tuk bergulir dan kuhadapi

Masih panjang perjuanganku, tapi aku sudah sampai disini

Menguntai mimpi sejauh ini dengan peluh yang menurutku tak seberapa

Aku akan terus menuliskan apa yang tidak bisa terlisankan, karena aksara adalah tempatku membicarakan apa yang hatiku tak dapat sampaikan

Biarlah dunia tau lewat segala aksaraku, bahwa aku sedari dulu telah berjuang, merangkai mimpi, membuang sepi, agar menjadi pejuang hidup sejati


Hidupku kali ini bukanlah akhir kawan, namun sekiranya beberapa tahun kedepan, semoga saja aku dapat bersanding denganu di deretan orang hebat

#30dwcday30 #squad8

Saya - 8

Rio kecil mendekati Bu Ajeng dengan sedikit malu-malu, tersenyum kecil tanda ingin dan juga matanya yang melihat kearah cemilan sudah Bu Ajeng hafal luar kepala, semua anak kecil jika sangat menginginkan sesuatu mimiknya sangat lucu. Seperti tak ada habisnya senyum Bu Ajeng, ia tersenyum dan menunjukkan tangannya kearah piring cemilan juga susu, memberi tanda untuk mempersilahkan Rio kecil mengambilnya. Dengan malu dan dibalas senyum kecil juga, Rio mengambil susu plus cemilan dan duduk di sebelah Bu Ajeng.

Aira yang melihat ibunya dan Rio saling berbalasan senyum terlihat cemberut dan masam, dari kejauhan ia berlari kecil dan menghamburkan diri kedalam pelukan ibunya, Bu Ajeng keheranan dengan tingkah putri tunggalnya satu ini, tangan halusnya menyibak poni putrinya. “Kenapa Ai? Awas jatuh main nubruk begitu, malu ih sama Rio peluk-peluk ibu begini” Alih-alih melihat Rio, Aira malah membenamkan wajahnya ke perut ibunya, sepertinya anak kecil satu itu iri karena barusan Rio dimanja oleh ibunya. Bu Ajeng hanya tertawa melihat tingkah Aira, sedangkan Rio menyesap habis susu cokelatnya.

Di tempat lain, ayah Aira sedang sibuk bekerja di kantor, tidak seperti biasanya hari itu terasa sangat melelahkan dikarenakan seorang ‘nenek lampir’ –klien ganas- memprotes pekerjaan salah satu karyawan ditempat ia bekerja, akhirnya seluruh divisi perusahaan diminta berkumpul dan mengevaluasi kinerja selama semester kebelakang. Membuat laporan sangat melelahkan pikiran dan juga fisik, tangan Pak Seno tak henti mengetik dan menerjemahkan kata demi kata yang ada di dalam pikirannya, sesekali ia melihat jam dan juga melihat pigura kecil berisi foto Bu Ajeng dan juga Aira. “Demi kamu berdua, aku bertahan di pekerjaan halal ini, walaupun nggak seberapa, yang penting makan kalian dan pendidikan Aira terpenuhi” batinnya bergumam.

Suara sepatu vantoufel berdecak dari kejauhan terdengar sampai ruangan Pak Seno, ringan namun terburu-buru. Pak Seno yang merupakan Manager HRD di perusahaan tersebut merasa bertanggung jawab atas kesalahan yang karyawannya perbuat, melihat seorang lelaki mendekati ruangannya membuatnya gugup, sekretaris direktur membanting pintu ruangan Pak Seno dengan wajah agak pucat pasi. “Pak Se…” belum selesai lelaki itu memanggil Pak Seno, tangan Pak Seno sudah ada di depan wajahnya, menunda percakapan, sepertinya ia tau bahwa si nenek lampir itu datang dan meminta bertemu direktur. “Nenek lampir itu?” tanya Pak Seno, sekretaris direktur itu hanya mengangguk tanda setuju, keringat dingin mengalir dari dahinya. “Biar aku yang tangani” jawabnya dengan santai, namun sebelum Pak Seno melangkah keluar dari ruangannya, tangan sekretaris direktur itu mencegah ia keluar. Mata Pak Seno menatap padanya seperti bertanya ‘Ada apa lagi?’, sekretaris itu pun mendekatkan bibirnya kearah telinga Pak Seno. “Tadi dari rumah sakit menelepon ke kantor pak, istri bapak terjebak dalam kebakaran dirumah bapak, saya tidak tau pasti kronologis kejadiannya, lebih baik bapak segera ke rumah sakit, nenek lampir itu biar saya dan karyawan HRD lain yang tangani”


Terpaku sejenak, kebingungan harus berbuat apa, kenapa bisa sampai kebakaran? Tanyanya dalam hati. Lalu dengan tergesa-gesa, Pak Seno langsung menuju ke arah rumah sakit.

#30dwcday29 #squad8

Saya - 7

Ledekan Rio membuat Aira gusar, Aira memukul-mukul kecil lengan Rio yang usil kepadanya itu tanpa menjawab ledekan Rio.

“Ih ihh Ayaa sakiiitt heheh maafff”

“Ga boleeh pura-pura gitu lagiii Iyoo’, Iyo’ ga boleh mati duluaaan, Aya yang mati duluaan nanti buat beresin surga punya kita beduaa”

“Emang siapaa yang mau satu surga sama anak cengeeng??”

“Ih Iyo’ jahaatt”

“Ih siapa lagi kalo bukan aku yang mau! Wleee, iya aku janjii”

“Ihhhh jahaaattt”


Siang itu terlihat sangat indah diwarnai canda tawa mereka berdua, berlarian mengitari semak, bercengkrama sambil bermain, polosnya mereka yang hanya tau bersenang-senang membuat mereka seakan lupa segala hal di sekitar. Seorang wanita mendekati mereka berdua dengan dua gelas susu cokelat dan juga aneka cemilan dalam satu piring besar, dengan senyumnya yang halus ia menyapa Aira dan Rio. “Anak-anak ayo sini, diminum dulu susunya, ada kue kecil juga, jangan main mulu” ucapnya dengan pelan namun tegas, pembawaannya sangat ayu seperti ibu muda berketurunan jawa pada umumnya, kulitnya tidak terlalu putih, lebih tepatnya kuning langsat, wajahnya terhias sedikit kerut karena sering tersenyum. Ibu dari Aira, Bu Ajeng namanya, dilihat dari wajah putrinya, pantas saja kalau dia secantik dan seanggun itu, terbukti dan terlihat dari anaknya.

#30dwcday28 #squad8

Belum Akhir

Tengah adalah bagian dari sebuah konflik kehidupanku

Paruh waktu yang menurutku jadi bagian penentu

Apakah aku adalah seorang yang tangguh ataupun malah pada saat itu menentukan kehancuranku

Rasanya sekarang kuingin sombong, aku berhasil melewati periode itu, yang memenjarakanku sekian waktu, membuatku berdarah-darah

Kalau kataku, itu perang juga loh, meski tidak seperti pangeran diponegoro di perang padri, atau revolusi 98 untuk menurunkan rezim soeharto, namanya ya perang juga

Perang melawan diri sendiri,harga diri yang kujunjung tinggi, kubiarkan sementara tuk mati agar aku dapat lebih berani dan memotivasi diri

Dulu aku adalah balita kecil yang sudah hcoba dihancurkan dari sekecil itu, dan di peridode tengah ini aku coba tuk menghalangi segala stigma yang membuatku jatuh itu

Aku meminta kesempatan pada Tuhan tuk tegap berdiri, menginjak segala kesepian yang ingin semuanya kutinggalkan, karena semuanya merupakan kesia-siaan, cukuplah aku disini mencoba berdiri menegarkan hati

Tak pernah terbersit di pikiran seorang anak SD untuk berjuang menghadapi masa depan dengan masa lalu sekerasku

Rasanya aku ingin berpaling, menjadi lemah saja seperti dulu, terkontrol oleh emosi orang tua dan sanak saudaraku

Membuat segalanya lebih runyam karena tidak menjadikan aku membuka diri kepada khalayak dunia

Namun tidak, tidak, itu bukan aku


Aku memilih bahwa masa laluku bukanlah akhir… Aku mulai menulis dan mencoba membuka diri, di periode tengah ini

#30dwcday27 #squad8

Saya - 6

“Iyoo’, banguun, ini Aya udah disiniii”

Aira terus membangunkan Rio, Ia berusaha dengan panik, tangan kecilnya mengguncang-guncangkan tubuh kecil sahabatnya itu, namun tak ada jawaban, tubuh Rio tetap terbujur kaku tak bergerak. Keringat dingin mengaliri wajah Aira, wajahnya mulai memerah dan matanya tak kuasa terlihat ingin menangis.

“Iyoo’, kamu jahaat ga bangun-banguun… Kamu jahat ninggalin Ayaa… Hikss… Hiks…”

Air mata Aira kecil pun mengalir di pipi putihnya itu, sekilas terlihat berlinang, Aira kecil yang tidak mengerti tentang medis mengira Rio meninggal.

“Aya nanti main sama siapaa kalo bukan sama Iyo’? Iyo’ ajak Aya! Jangan sendirian matinyaa!”

Isak tangis mewarnai kalimat-kalimat kacau yang dilontarkan oleh Aira, anak kecil yang lugu dengan tingkah super polos itu sangat wajar berkata seperti itu, dia belum mengerti tentang dinamika hidup.

Di tengah tangis si kecil Aira, tangan kecil Rio tiba-tiba bangkit dan mengusap air mata Aira, wajah Rio tersenyum karena melihat Aira yang keheranan akibat dirinya yang tiba-tiba saja sudah sadar dan membuka matanya.


“Ciluk baaa heheh, Aya jelek kalo nangiiss”

#30dwcday26 #squad8

Saya - 5

Kembali Sejenak

-          Rekaman Kenangan Gadis Kecil Berumur 7 tahun

“Ayaa… (Brukkk)”

Teriakan seorang anak lelaki kecil itu riang sebelum terdengar jatuh di dekat semak-semak yang berada di taman rumah Aira kecil.

“Eh? Iyooo’?”              

Aira yang keheranan akan asal muasal suara itu mencoba menelusuri taman rumahnya, dengan memanggil satu nama sapaan yang terdengar sangat akrab dengannya, siapa katanya? Iyo’?

“Iyo’? Kamu dimanaaa”

Panggil Aira kecil disetiap sudut taman yang ia lewati, namun tak kunjung suara yang sama keluar lagi, rasa penasaran sekaligus takut menggerayangi hati dan pikirannya.

Kemana sih Rio? Ih tiba-tiba menghilang


Kaki kecil Aira terus berjalan menyusuri taman sampai akhirnya sampai di semak-semak, dia melihat kaki anak lelaki kecil disana yang dimiliki oleh sahabatnya, itu Rio atau biasa disapa Iyo’. Tubuhnya terbujur kaku seperti pingsan, sontak Aira kaget melihat hal seperti itu, pertama kalinya dan bukan merupakan hal yang biasa melihat sahabatnya pingsan.

#30dwcday25 #squad8

Cemburu

Di setiap langkah yang kucetak dalam hidup ini, awalnya aku tidak tau akhirnya aku ingin apa, dan awalnya aku tidak menginginkan apapun jadi inginku

Awal aku balita, aku hanya ingin cepat besar saja, tidak ingin dilarang mama, tidak ingin dipaksa makan, tidak ingin selalu digenggam tangannya oleh mama

Namun, waktu tetaplah waktu, ia bergulir tanpa kenal kita ingin atau tidak

Seiring berjalannya pun, ia membawa beberapa hal untuk disirnakan dalam hidup

Dan aku, berada di posisi cemburu

Dimana aku adalah sesosok bocah kecil yang hanya mengenal ibu, dan aku harus jauh darinya

Aku tertipu rayuan coklat koin yang berjanji bahwa jika ibu pergi, ia esok akan pulang

Tapi nyatanya, sudah satu minggu pun tak ada yang mengetuk pintu memanggil “sayang” untukku

Keseharianku di sudut kamar, memaku perasaan dan pemikiran, bahwa pada saat itu aku hanya ingin ibu pulang

Dan aku, berada di posisi cemburu

Berjalan ke sekolah digenggam tangannya oleh kakekku, bukan ibuku

Aku marah dan menjauhi genggaman itu, tapi kakek tak ingin meninggalkanku seperti ibu

Saking marahnya aku tak pernah ingin dekat dengan kakek ataupun nenekku, merasa kecewa mengapa tak bilang bahwa ibu akan lama tuk pulang

Dua tahun kemudian, ibu pulang, kakek nenek juga ada, berkumpul memelukku yang sedang berjuang karena sakit menahan rindu

Dan ternyata, selain pulang, ibu juga membawa kabar jika ayahku baru saja tiada

Dan aku, berada di posisi cemburu

Karena ingin tidak memiliki sebuah kehilangan yang pahit seperti itu

Setelah itu, tak lama kemudian, kakek meninggalkanku, meninggalkan pula fakta bahwa dialah yang membesarkan pendidikanku, tidak ingin aku sendirian pada waktu itu

Dan lagi-lagi aku, lagi lagi aku cemburu pada waktu yang menyita segala kepunyaanku


#30dwcday24 #squad8